Untuk mempelajari dan memahami ajaran islam secara mendalam tidak mungkin hanya mempelajari makna kitab suci Al-Qur'an saja, apalagi hanya sekedar membaca terjemahannya saja, bahkan juga ditambah membaca hadis-hadis nabi Muhammad saw. pun tidak akan bisa memahami dengan benar ajaran islam. Karena walaupun memang Al-Qur'an dan Hadis merupakan sumber utama ajaran islam, namun Al-Qur'an mengandung berbagai makna, ada pula ayat yang muhkamat ada mutasyabihat dan lain-lain, bahkan turunnya ayat al-Qur'an terdapat peristiwa yang menjadi latar belakangnya.
Oleh karena itu untuk mempelajari dan memahami Al-Qur'an saja diperlukan berbagai macam ilmu. Ada ilmu Tajwid (berkaitan dengan cara membaca Al-Qur'an), ilmu Qiroat (berkaitan dengan logat dialek bacaan Al-Qur'an), Ilmu I'jaz (berkaitan dengan keunikan dan keajaiban Al-Qur'an), ilmu Asbabun Nuzul (berkaitan dengan peristwa-peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat Al-Qur'an), ilmu Nasikh wal Mansukh (berkaitan dengan hukum yang menghapus dan terhapus dalam ayat Al-Qur'an), ilmu Makki wal Madani (berkaitan dengan ayat yang turun di Mekah dan Madinah).
Menurut Imam Jalaluddin As-Suyuthi bahwa Tafsir adalah "ilmu yang membahas kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammmad SAW, yang menjelaskan makna-maknanya, dan mengeluarkan hukum serta hikmah-hikmah yang terkandung di dalam Al-Qur'an."
Tafsir sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, karena beliaulah yang pertama kali menafsirkan Al-Qur'an. Beliau juga yang paling memiliki otoritas dalam menafsirkan Al-Quran semasa hidupnya. Karena apa yang dikatakan dan disampaikan beliau selalu dalam pengawasan dari Allah, sebagaimana tersebut dalam surat An-Najm ayat 2-4 :
ماضل صاحبكم وماغوى . وما ينطق عن الهوى . أن هو الا وحي يوحى
Artinya : "Kawanmu (Muhammad) tidaklah sesat dan keliru. Dan tidaklah yang diucapkannya menurut keinginannya. Tidak lain kecuali wahyu yang diwahyukan kepadannya." (Q.S. An-Najm: 2-4)
Pada masa Nabi Saw masih hidup, Nabi Saw secara umum melarang menulis apa saja yang berasal dari beliau, baik tafsir maupun hadis kecuali Al-Quran, hal ini dikhawatirkan akan bercampur dengan Al-Qur'an. Nabi secara khusus hanya membolehkan menulisnya kepada beberapa sahabatnya. Ini tentu saja dalam rangka menjamin keaslian Al-Qur'an.
Adapun setelah Nabi saw wafat, maka para shahabat yang menafsirkan al-Qur'an melaui ijtihad mereka. Diantara mereka yang terkenal ahli tafsir adalah Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas, Ibnu Mas'ud dan Ubay bin Ka'ab.
Pada masa Tabiin, tafsir al-Qur'an semakin berkembang. Pada masa itu terbentuk madrasah/aliran penafsiran:
1. Madrasah Mekah, tokohnya adalah Mujahid, Said bin Jubair dan Atha' bin Abi Rabbah.
2. Madrasah Madinah, tokohnya antara lain Zaid bin Aslam, Abu Aliyah dll.
3. Madrasah Iraq, tokohnya Hasan Al-Basri, Masruq, Qatadah dll
4. Madrasah Mesir, tokohnya Yazid bin Abi Habib dll
5. Madrasah Syam, Umar bin Abdul Aziz, Ka'ab al-Akhbar, Raja' bin Haiwa dll
6. Madrasah Yaman, Thawus, Wahab bin Munabbih dll
Penafsiran pada masa tabiin ini lebih dominan tafsir dengan riwayat/atsar, dan pada masa ini tafsir masih bercampur dengan hadis/riwayat. Penafsiran dengan riwayat ini pada masa selanjutnya disebut Tafsir bil Ma'tsur. Disamping itu penggunaan riwayat atau kisah Israiliyat dalam penafsiran, bersamaan dengan banyaknya para ahli kitab yang masuk islam. Kisah Israiliyat adalah kisah-kisah yang diambil dari kitab Taurat dan Injil.
Adapun perkembangan tafsir pada masa selanjutnya, yaitu masa daulah Abbasiyah mengalami kemajuan, masa ini sering disebut Asru Tadwin (masa kodifikasi), selain Tafsir bil Ma'tsur ada pula Tafsir bir Ro'yi.Tafsir bil Ma'tsur adalah penafsiran dengan menggunakan hadis Nabi dan Atsar Shahabat. Sedangkan Tafsir bir Ro'yi adalah penafsiran dengan menggunakan akal pikiran, termasuk ilmu pengetahuan.
Tokoh Tafsir bil Ma'tsur diantaranya adalah Ibnu Jarir At-Tobary dengan karyanya Jami' Al-Bayan, Ibnu Katsir dengan karyanya Tafsir Al-Qur'an Al-Adhim dll
Tokoh Tafsir bir Ro'yi diantaranya Fachruddin Ar-Rozi dengan karyanya Mafatih Al-Ghoib dll.